lRITMEKALTIM – Keterbatasan akses masyarakat desa terhadap bantuan keuangan dari pemerintah provinsi menjadi perhatian serius anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Sarkowi V Zahry. Ia menilai bahwa kebijakan yang berlaku saat ini belum berpihak secara utuh pada kebutuhan riil masyarakat di pedesaan.
Menurutnya, Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 21 Tahun 2024, yang mengatur tata kelola bantuan keuangan provinsi, terlalu kaku dan bersifat teknokratis.
Akibatnya, aspirasi warga desa yang memerlukan intervensi anggaran dalam skala kecil kerap kali tidak bisa direalisasikan karena terbentur ketentuan administrasi dan nilai minimal proyek.
“Di desa, sering kali mereka hanya butuh Rp200 juta untuk memperbaiki jalan lingkungan atau fasilitas pertanian. Tapi karena aturannya kaku, bantuan seperti itu sulit tersalurkan,” ujar Sarkowi, Kamis (15/5/2025)
Ia menilai, pendekatan regulatif yang seragam tidak selalu cocok diterapkan di wilayah yang sangat beragam seperti Kalimantan Timur. Terutama di daerah-daerah yang luas dan terpencil, kebutuhan masyarakat bersifat spesifik dan mendesak, sehingga harus ada kebijakan yang lebih adaptif.
Dorongan untuk merevisi Pergub ini, kata Sarkowi, bukan hanya soal kelenturan anggaran, tetapi juga untuk memastikan bahwa pembangunan tidak hanya terpusat di kota atau wilayah dengan akses politik dan birokrasi yang kuat.
“Kita ingin mendekatkan dana provinsi ke masyarakat desa. Revisi ini penting agar pemerintah daerah bisa lebih cepat merespons kebutuhan dasar warga,” jelasnya.
Politisi asal Kutai Kartanegara ini menegaskan bahwa revisi Pergub juga sejalan dengan komitmennya mempercepat pembangunan infrastruktur di wilayah-wilayah yang selama ini tertinggal, termasuk memperkuat sektor pertanian rakyat.
“Jalan usaha tani, bibit, dan alat pertanian itu bagian dari permintaan warga. Semuanya sudah kami input dalam usulan. Tinggal bagaimana daerah menyesuaikan kapasitas fiskal agar bisa direalisasikan,” ungkapnya.
Ia berharap perubahan aturan bisa mulai berdampak pada perencanaan anggaran 2026, setelah dukungan dari DPRD Kaltim juga menguat terhadap revisi regulasi tersebut.
Dengan demikian, desa tidak lagi menjadi penonton dalam perencanaan pembangunan daerah, melainkan aktor utama yang diperkuat melalui kebijakan yang inklusif. *DFA (ADV DPRD KALTIM)