Penanganan Dugaan Pelanggaran Etik di DPRD Kaltim Menunggu Proses Formal Pimpinan Dewan

Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Subandi. (Dok.RITMEKALTIM/DFA).
Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Subandi. (Dok.RITMEKALTIM/DFA).

RITMEKALTIM – Proses penanganan laporan dugaan pelanggaran etik oleh dua anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur kini memasuki tahap menunggu keputusan administratif pimpinan dewan. Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim menyatakan kesiapannya untuk memeriksa laporan tersebut, namun tetap berpegang pada mekanisme resmi yang berlaku.

Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengambil langkah apa pun sebelum ada disposisi resmi dari pimpinan DPRD. Menurutnya, laporan yang ditujukan langsung ke BK pada awalnya tidak dapat diproses karena tidak melalui jalur administratif yang semestinya.

Bacaan Lainnya

“Kami tegaskan, proses penanganan etik di DPRD harus melalui prosedur yang sah. Laporan harus terlebih dahulu disampaikan kepada pimpinan dewan untuk kemudian diteruskan secara formal kepada BK,” ujar Subandi, Senin (19/5/2025)

Kini, laporan baru yang diajukan oleh Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim telah diterima secara resmi oleh pimpinan DPRD pada 16 Mei 2025. BK hanya tinggal menunggu instruksi resmi dalam bentuk disposisi untuk dapat mulai melakukan tahapan awal pemeriksaan.

Laporan ini berisi pengaduan terhadap dua legislator, yakni Darlis Pattalongi dan Andi Satya Adi Saputra, terkait dugaan perlakuan tidak etis saat pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) pada 29 April lalu.

Dalam pertemuan tersebut, tiga kuasa hukum dari RSHD disebut-sebut diminta meninggalkan ruang rapat, tindakan yang dianggap mencederai marwah profesi advokat.

Subandi menjelaskan bahwa jika disposisi telah diterima, langkah selanjutnya adalah memanggil pelapor untuk memberikan klarifikasi serta memverifikasi dokumen dan bukti yang disertakan. Proses ini menjadi dasar untuk menentukan apakah laporan dapat dilanjutkan ke tahap pemeriksaan mendalam.

“Penanganan etik bukan perkara asumsi atau tekanan opini. BK bekerja berdasarkan bukti dan prosedur, bukan sentimen,” tambahnya.

Tim pelapor sendiri menilai bahwa insiden yang terjadi dalam forum resmi dewan telah melanggar etika beracara, bahkan dianggap menghina profesi hukum. Mereka menuntut agar DPRD sebagai lembaga wakil rakyat menjunjung tinggi etika dan menghormati peran advokat dalam sistem hukum.

Subandi memastikan bahwa BK berkomitmen menjaga netralitas dalam menangani setiap laporan yang masuk. Namun ia menekankan kembali bahwa semua proses harus berjalan berdasarkan tata tertib dan aturan internal DPRD.

“Kami tidak akan bertindak reaktif. Integritas lembaga ini harus dijaga, dan itu dimulai dari kepatuhan terhadap prosedur,” tegasnya.

Dengan laporan yang kini telah berada di tangan pimpinan dewan, arah penanganan kasus ini tinggal menunggu satu keputusan administratif: disposisi. Tanpa itu, tahapan penyelidikan tak bisa dimulai, dan kasus dugaan pelanggaran etik ini masih menggantung. *DFA (ADV DPRD KALTIM)

Pos terkait