RITMEKALTIM – Konflik berkepanjangan mengenai lokasi operasional SMAN 10 Samarinda akhirnya menemui penyelesaian hukum. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia telah menegaskan bahwa sekolah tersebut harus dikembalikan ke Kampus A, Jalan HAMM Rifaddin, Samarinda Seberang, lokasi awal pendiriannya.
Putusan ini mengakhiri sengketa antara orang tua siswa dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang sebelumnya memindahkan operasional sekolah ke Education Center di Jalan PM Noor.
Gugatan yang dilayangkan oleh orang tua siswa dikabulkan oleh pengadilan dari tingkat pertama hingga kasasi. Di antara putusan tersebut adalah Putusan PTUN Samarinda Nomor: 45/G/2021/PTUN.SMD, Putusan PT.TUN Jakarta Nomor: 151/B/2022/PT.TUN.JKT, serta Putusan MA Nomor: 27 K/TUN/2023.
Selain itu, landasan hukum lain yang memperkuat pengembalian ini adalah Putusan Peninjauan Kembali Nomor: 72 PK/TUN/2017 yang menyatakan lahan Kampus A merupakan milik sah Pemerintah Provinsi Kaltim.
Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Hasanuddin Mas’ud, menilai bahwa keputusan ini menjadi momentum penting bagi pemerintah daerah untuk menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum dan menghargai aspirasi masyarakat. Menurutnya, pelaksanaan keputusan tidak bisa lagi ditunda, sebab dasar hukumnya telah bersifat final dan mengikat.
“Legal standing-nya sudah sangat jelas. Pemerintah provinsi tidak boleh lagi mengabaikan ini. Sekarang waktunya untuk menjalankan,” tegas Hasanuddin, Selasa (20/5/2025).
Ia juga menambahkan bahwa pengembalian sekolah ke lokasi awal harus disertai dengan perencanaan yang matang, termasuk dalam hal transisi kegiatan belajar agar tidak mengganggu siswa yang saat ini masih bersekolah di Education Center.
“DPRD mendorong agar proses ini dilakukan secara bertahap dan terukur. Untuk PPDB 2025, SMAN 10 akan kembali menerima siswa baru di Kampus A. Namun, kelas 11 dan 12 tetap melanjutkan di lokasi sebelumnya sampai lulus,” tuturnya.
Keputusan ini juga diharapkan menjadi pelajaran bagi pemerintah dalam membuat kebijakan pendidikan. Hasanuddin menekankan bahwa keputusan sepihak tanpa dialog dengan masyarakat hanya akan memicu konflik berkepanjangan. Ia yakin, dengan kembalinya SMAN 10 ke lokasi awal, kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan di daerah dapat dipulihkan.
Dengan kepastian hukum yang telah ada, perhatian kini beralih kepada Pemerintah Provinsi Kaltim untuk segera menindaklanjuti keputusan tersebut secara konkret. *DFA (ADV DPRD KALTIM)