RITMEE KALTIM – Anggota Komisi I DPRD Kota Samarinda, Ronal Stephen Lonteng, mengkritisi penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP di kawasan Pasar Subuh. Ia menilai langkah penggusuran yang dilakukan belum mencerminkan pendekatan humanis dan berkeadilan sosial.
Penegasan itu disampaikannya usai menghadiri rapat dengar pendapat (hearing) bersama para pedagang dan sejumlah OPD, Jumat (16/5/2025). Rapat tersebut turut dihadiri Dinas Perdagangan, Dinas Perhubungan, camat, dan lurah setempat.
“Satpol PP harus menegakkan aturan dengan cara yang beradab. Bukan malah bertindak seperti menekan rakyat kecil,” ujar Ronal.
Ia menyoroti video yang beredar di media sosial, yang memperlihatkan tindakan penertiban dengan cara yang dianggap tidak proporsional. Menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan semangat Perda Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat (Trantibum).
“Penertiban boleh dilakukan, tapi harus adil dan memperhatikan hak-hak warga. Jangan sampai aparat justru menimbulkan keresahan,” tambah politisi tersebut.
Ronal pun mendorong agar Satpol PP segera melakukan evaluasi terhadap standar operasional prosedur (SOP) yang selama ini digunakan dalam menegakkan perda. Ia menyatakan Komisi I DPRD akan mengawal proses evaluasi tersebut.
Selain menyentil pola penertiban, Ronal juga menyinggung status lahan tempat berdagang yang ternyata milik pihak swasta. Ia menyayangkan jika penghentian sewa dilakukan sepihak tanpa dialog atau pemberian kompensasi kepada para pedagang.
“Ini bukan semata soal aturan, tapi juga soal keberpihakan. Pedagang kecil tidak boleh dikorbankan dalam proses pembangunan,” katanya.
Ronal menekankan pentingnya dialog dalam proses relokasi, termasuk perlunya Pemerintah Kota melibatkan para pedagang yang selama ini menggantungkan hidup di kawasan tersebut.
“Pedagang bukan sekadar pelaku ekonomi. Mereka bagian dari denyut kota ini. Relokasi harus transparan dan menghormati hak mereka,” tegasnya.
Ia mengajak semua pemangku kepentingan menjadikan Perda Trantibum sebagai panduan kebijakan yang mengutamakan kepentingan publik secara adil.
“Kebijakan yang diambil tanpa mempertimbangkan rasa keadilan sosial akan menciptakan gejolak baru. Kita butuh pendekatan yang berkelanjutan dan bermartabat,” tutup Ronal.(ADV/DPRD SAMARINDA)