Konflik Lahan Berulang di Kukar, Anggota Komisi I DPRD Kaltim Soroti Minimnya Kewenangan Daerah

Didik Agung Eko Wahono, Anggota Komisi I DPRD Kaltim. (Dok.RITMEKALTIM/DFA).
Didik Agung Eko Wahono, Anggota Komisi I DPRD Kaltim. (Dok.RITMEKALTIM/DFA).

RITMEKALTIM – Sengketa lahan yang terus berulang di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menjadi perhatian serius anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim). Didik Agung Eko Wahono, Anggota Komisi I DPRD Kaltim, menilai bahwa keterbatasan kewenangan pemerintah daerah menjadi salah satu akar masalah yang menyebabkan persoalan ini terus berlarut tanpa penyelesaian konkret.

Kukar, yang juga merupakan daerah pemilihan Didik, menjadi salah satu wilayah dengan intensitas konflik pertanahan yang cukup tinggi. Mulai dari tumpang tindih kepemilikan lahan, sengketa batas wilayah, hingga konflik antara masyarakat dan korporasi, kasus-kasus tersebut sering mandek karena kewenangan penyelesaiannya berada di tangan pemerintah pusat.

Bacaan Lainnya

“Permasalahan ini bukan sekali dua kali terjadi di Kukar. Setiap kali muncul konflik lahan, kami di daerah hanya bisa memediasi dan melaporkan, tanpa bisa mengambil tindakan langsung,” ujar Didik, Rabu (28/5/2025).

Sebagai anggota Komisi I yang membidangi pemerintahan dan hukum, Didik menekankan bahwa situasi ini menciptakan ketimpangan dalam sistem tata kelola agraria.

Menurutnya, sejak diterapkannya regulasi yang memusatkan seluruh kewenangan perizinan dan pengawasan lahan ke pusat, pemerintah daerah kehilangan daya intervensi yang sebenarnya dibutuhkan untuk merespons dinamika lokal dengan cepat.

“Bukan karena kami tidak mampu menyelesaikan, tapi karena regulasinya memang tidak memberi ruang. Masyarakat berharap pada pemerintah daerah, tapi tangan kami terikat oleh sistem yang terlalu sentralistik,” tuturnya.

Didik mengusulkan agar pemerintah pusat mempertimbangkan redistribusi kewenangan tertentu dalam pengelolaan pertanahan. Ia meyakini, jika daerah diberikan otoritas yang proporsional, maka konflik lahan bisa ditangani dengan lebih cepat dan efektif, karena pelaksanaan kebijakan akan lebih dekat dengan masyarakat yang terdampak.

“Desentralisasi bukan berarti melepas kontrol, tapi justru memperkuat ketepatan kebijakan di tingkat lokal. Apalagi di daerah seperti Kukar, di mana permasalahan agraria sudah menjadi persoalan struktural bertahun-tahun,” tegasnya.

Ia juga menekankan pentingnya revisi regulasi nasional agar memberikan ruang yang adil bagi pemerintah daerah untuk turut aktif dalam penyelesaian konflik lahan.

Sebab, jika hal ini terus diabaikan, maka bukan hanya masyarakat yang dirugikan, tetapi juga stabilitas pembangunan daerah yang akan terganggu. *DFA (ADV DPRD KALTIM)

Pos terkait