RITMEKALTIM – Dua anggota DPRD Kalimantan Timur tengah menjadi sorotan setelah dilaporkan ke Badan Kehormatan (BK) atas dugaan tindakan tidak etis terhadap seorang advokat yang hadir mewakili kliennya dalam forum resmi dewan. Laporan tersebut telah masuk dan kini mulai diproses melalui tahapan klarifikasi oleh BK.
Advokat yang dimaksud merupakan kuasa hukum dari Direktur Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) yang saat itu tidak bisa hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 29 April 2025.
Namun kehadirannya justru berujung pada insiden yang dinilai mencederai etika berlembaga. Advokat tersebut diduga diusir oleh pimpinan rapat sebelum sempat menyampaikan maksudnya.
Hari ini, Senin (2/6), Badan Kehormatan DPRD Kaltim menggelar pertemuan awal untuk mendengarkan langsung penjelasan dari pihak pelapor, yaitu tim hukum RSHD bersama perwakilan Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Kalimantan Timur.
Ketua BK, Subandi, menyebut audiensi ini sebagai langkah awal mengumpulkan informasi secara utuh sebelum melangkah ke tahapan pemanggilan pihak terlapor dan saksi.
“Kami sudah menerima pemaparan dari pelapor. Tentu masih akan kami lengkapi dengan pemanggilan pihak lain, termasuk dua anggota dewan yang dilaporkan. Kami juga sedang menelusuri rekaman RDP sebagai bahan verifikasi fakta,” ujar Subandi.
Ia menegaskan bahwa BK akan menjaga objektivitas dalam proses ini dan tidak akan terburu-buru mengambil kesimpulan sebelum semua pihak didengar.
Subandi mengakui adanya kemungkinan miskomunikasi sebagai penyebab insiden, namun menekankan bahwa setiap dugaan pelanggaran etika tetap harus dikaji secara menyeluruh.
Di sisi lain, Ketua DPD IKADIN Kaltim, Fajriannur , yang turut hadir dalam audiensi tersebut menyampaikan bahwa laporan ini bukan hanya soal ketegangan dalam forum, tetapi tentang martabat profesi advokat yang menurutnya telah dilecehkan.
“Kami melihat ini sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang di forum resmi. Advokat datang sebagai perwakilan hukum yang sah, tapi malah dihalangi untuk menyampaikan maksudnya. Ini bukan semata konflik rumah sakit, tapi bentuk pengabaian terhadap peran hukum di ruang publik,” ungkap Fajriannur.
Ia menilai tindakan dua anggota DPRD tersebut telah melampaui batas dan berpotensi menjadi preseden buruk jika tidak ditindak secara tegas. IKADIN bahkan meminta BK mempertimbangkan sanksi maksimal jika terbukti terjadi pelanggaran kode etik.
“Kami menuntut sanksi setimpal, termasuk pemberhentian dari keanggotaan dewan jika terbukti. Ini demi menjaga kewibawaan lembaga hukum dan legislatif agar tidak saling melemahkan,” tegasnya.
BK DPRD Kaltim dijadwalkan akan melanjutkan proses klarifikasi dalam waktu dekat, termasuk pemanggilan anggota dewan yang dilaporkan serta beberapa saksi yang berada di lokasi saat kejadian berlangsung.
Kasus ini menjadi penting karena menyangkut relasi antara lembaga legislatif dan profesi hukum yang sama-sama memiliki mandat publik. Jika tidak ditangani dengan transparan dan adil, insiden ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap proses kelembagaan di tingkat daerah.*DFA (ADV DPRD KALTIM)