RITMEKALTIM – Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Subandi, mengingatkan bahwa keberhasilan kebijakan pendidikan gratis tidak hanya diukur dari pembebasan biaya, tetapi juga dari sejauh mana kebijakan tersebut menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang tinggal di wilayah terpencil dan sulit diakses.
Menurutnya, tantangan utama di Kalimantan Timur bukan lagi sekadar ketersediaan program, melainkan aksesibilitas yang nyata dan merata.
Ia menilai bahwa di beberapa daerah pedalaman, kendala geografis masih menjadi penghalang serius bagi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, meskipun pemerintah sudah menggulirkan program pendidikan tanpa pungutan biaya.
“Pendidikan gratis harus dipahami sebagai upaya menyeluruh. Artinya, bukan hanya menghapus biaya sekolah, tapi juga memastikan ada guru yang mengajar, fasilitas yang layak, serta sarana transportasi yang mendukung anak-anak ke sekolah,” ujarnya, Jum’at (13/6/2025).
Subandi menyoroti bahwa banyak sekolah di daerah perbatasan atau kawasan terluar yang masih kekurangan tenaga pendidik. Kondisi ini diperparah dengan minimnya infrastruktur penunjang seperti jalan, jembatan, bahkan akses listrik, yang turut memengaruhi kualitas dan kelangsungan proses belajar mengajar.
“Di kota, kita bicara soal kualitas kurikulum. Tapi di desa atau hulu sungai, anak-anak masih harus berjalan berjam-jam untuk sampai ke sekolah. Ini jurang yang harus kita jembatani,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa pemerataan akses pendidikan adalah fondasi bagi pembangunan manusia yang berkeadilan. Program pendidikan gratis akan kehilangan makna jika hanya dinikmati oleh masyarakat di wilayah perkotaan atau pusat ekonomi, sementara kelompok marjinal terus tertinggal.
“Kalau kita ingin membangun Kalimantan Timur secara utuh, maka anak-anak di pedalaman juga harus mendapat kesempatan yang sama untuk berkembang. Pemerintah perlu serius memperluas jangkauan program, termasuk dari sisi anggaran dan kebijakan distribusi guru,” jelasnya.
Subandi pun mendorong agar pemerintah daerah tidak hanya berfokus pada output kuantitatif seperti angka partisipasi sekolah, melainkan juga memperhatikan aspek kualitas, akses, dan pemerataan sumber daya pendidikan sebagai ukuran utama keberhasilan kebijakan. *DFA (ADV DPRD KALTIM)