KUTAI TIMUR — Anggota DPRD Kutai Timur (Kutim), Faizal Rachman, menyoroti istilah yang digunakan pemerintah pusat terkait pengurangan nilai transfer ke daerah (TKD).
Menurut Faizal, pemerintah pusat lebih sering menggunakan istilah “pengalihan” alih-alih menyebutnya pengurangan atau pemotongan anggaran.
“Maksudnya, anggaran yang tadinya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, kini akan dilaksanakan langsung oleh pemerintah pusat di wilayah kita,” jelasnya usai mengikuti rapat Badan Anggaran bersama Pemkab Kutim, Selasa (4/11/2025).
Faizal menambahkan, pengalihan ini dilakukan karena ada program nasional yang dianggap tidak mampu direalisasikan oleh pemerintah daerah.
“Dana tersebut ditarik oleh pusat agar bisa langsung dilaksanakan di daerah,” ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Faizal mempertanyakan realisasi program nasional untuk Kutim. Ia mencontohkan, jika Dana Bagi Hasil (DBH) Kutim tahun 2025 sebesar Rp7 triliun berkurang menjadi Rp3 triliun, maka sekitar Rp4 triliun dialihkan ke pusat.
“Seharusnya Kutim menerima program senilai Rp4 triliun itu sebagai kompensasi pengalihan. Pertanyaannya sekarang, program nasional apa saja yang akan turun ke Kutim pada 2026?” cecarnya.
Menurut Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, pengalihan anggaran ini terjadi karena tata penyerapan keuangan daerah yang minim dan target program yang tidak tercapai.
Faizal mengakui hal tersebut dan menilai Pemkab Kutim memang perlu introspeksi. Selama ini, banyak program baru terlaksana pada akhir tahun, sehingga pusat menilai daerah tidak mampu menyerap anggaran tepat waktu.
“Tapi pertanyaan saya tetap sama: program nasional apa yang senilai Rp4 triliun sebagai kompensasi atas pengalihan dana itu?” pungkasnya. (*)












