RITMEE KALTIM – Kasus seorang siswa sekolah dasar di Samarinda yang kedapatan mengakses konten dewasa melalui perangkat elektronik pribadi memicu keprihatinan kalangan legislatif. Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Ismail Latisi, menilai insiden ini sebagai peringatan keras terhadap lemahnya pengawasan anak di lingkungan rumah.
“Sekolah memang bertanggung jawab dalam pendidikan formal, tapi pembentukan karakter dan pengawasan perilaku anak justru lebih banyak ditentukan oleh keluarga,” ungkap Ismail.
Melihat tantangan era digital yang semakin kompleks, Ismail mengusulkan agar Pemerintah Kota Samarinda menggagas program pelatihan khusus bagi orang tua. Ia menyarankan pembentukan parenting class untuk membekali keluarga dengan pengetahuan dan keterampilan dalam mendampingi anak menghadapi pengaruh negatif teknologi.
Menurutnya, pengawasan orang tua menjadi krusial di tengah maraknya konten tidak layak yang mudah diakses oleh anak-anak. Ia menekankan bahwa upaya pendidikan karakter tidak akan efektif jika hanya dibebankan pada institusi sekolah.
“Anak-anak kini mudah terpapar hal negatif jika tidak didampingi dengan baik. Ini bukan hanya tanggung jawab sekolah, tapi juga tanggung jawab orang tua dan lingkungan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ismail juga menyoroti meningkatnya kasus kekerasan di lingkungan sekolah, baik di tingkat dasar maupun menengah pertama. Ia menyatakan bahwa pendekatan kolaboratif antara sekolah, pemerintah, dan masyarakat merupakan kunci untuk membangun sistem pendidikan yang aman dan sehat secara emosional.
Ia menegaskan pentingnya pemberdayaan orang tua sebagai mitra aktif dalam pendidikan anak. Peran keluarga, katanya, tak bisa digantikan oleh lembaga manapun dalam membentuk karakter dan menjaga kesehatan mental generasi muda.
“Kalau kita ingin mencetak generasi berkualitas, maka orang tua juga harus diberdayakan untuk ikut aktif membina dan melindungi anak-anak mereka,” pungkas Ismail.(ADV/DPRD SAMARINDA)