KALTIM — Ketua DPRD Kalimantan Timur, Hasanuddin Mas’ud, mengingatkan seluruh pejabat, khususnya anggota legislatif, untuk tetap bijak dalam menggunakan media sosial. Pernyataan ini disampaikan merespons meningkatnya sorotan publik terhadap dugaan ujaran SARA yang menyeret nama salah satu anggota dewan, Abdul Giaz.
“Sekarang sudah ada aturan hukumnya. Jadi, kita sebagai pejabat publik harus arif dalam bermedia sosial,” ujar Hasanuddin, yang akrab disapa Hamas, saat dimintai keterangannya kemarin.
Menurut Hamas, tindakan tidak bijak di ruang digital bisa berdampak serius, tidak hanya secara hukum, tetapi juga terhadap reputasi lembaga DPRD Kaltim.
“Kalau sampai diproses hukum, itu bisa berpengaruh terhadap posisi sebagai anggota dewan. Risikonya besar, bisa kehilangan jabatan selama satu periode,” tegas politisi Partai Golkar itu.
Terkait kasus Abdul Giaz, Hamas menegaskan bahwa proses penyelesaian akan sepenuhnya diserahkan kepada Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim.
“Kita ikuti saja prosesnya di BK. Kalau sudah selesai, ya kita hormati hasilnya,” ucapnya singkat.
Sebelumnya, Abdul Giaz diperiksa oleh BK DPRD Kaltim atas dugaan pelanggaran etika, menyusul pernyataannya yang dinilai mengandung unsur SARA. Kasus ini mendapat reaksi keras dari masyarakat dan beberapa organisasi kepemudaan lintas agama.
Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah mendengar klarifikasi langsung dari Abdul Giaz dalam sidang etik yang digelar Rabu (15/10).
Pernyataan kontroversial Giaz disampaikan saat ia melaporkan dugaan doxing terhadap dirinya di Polda Kaltim. Namun pernyataannya justru menimbulkan polemik, karena dianggap menyudutkan kelompok tertentu.
“Dari penjelasan beliau, kita sudah bisa menyimpulkan beberapa hal. Tapi kami belum bisa menyampaikan sanksi atau pelanggaran karena itu masih menjadi materi pembahasan internal,” jelas Subandi.
Meski demikian, secara pribadi Subandi menyayangkan pernyataan yang dilontarkan Abdul Giaz.
“Ini pendapat pribadi saya, bukan keputusan BK. Seharusnya sebagai pejabat publik, kita lebih berhati-hati dalam berbicara, apalagi soal yang sensitif,” ujarnya.
Setelah pemeriksaan, Abdul Giaz tampak enggan memberikan banyak komentar kepada awak media. Ia hanya menyampaikan bahwa seluruh proses akan ia serahkan kepada BK.
“Kita tunggu saja keputusan BK,” singkatnya sembari meninggalkan ruang sidang.
Sementara itu, kritik terhadap Abdul Giaz juga datang dari berbagai organisasi kepemudaan lintas agama di Kalimantan Timur. Mereka menilai pernyataan Giaz tentang “orang luar daerah” bisa memecah belah persatuan dan mengganggu harmoni yang telah lama terjaga di Bumi Etam.
Buhari Hasan, dari Komunitas Muda Nahdlatul Ulama (NU) Kaltim, menilai bahwa ucapan Abdul Giaz tidak mencerminkan sikap seorang wakil rakyat yang seharusnya menjadi teladan.
“Kami di Kaltim selama ini hidup dalam suasana rukun. Jangan sampai provokasi semacam ini mengganggu kerukunan yang telah terbangun,” ujarnya di Samarinda, Selasa (14/10).
Kelompok pemuda yang tergabung dalam forum lintas agama ini terdiri dari DPD GAMKI, Pemuda Katolik, Gerakan Pemuda NU, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Pemuda Hindu Indonesia, Pemuda Budha, dan Pemuda Konghucu. Mereka menyerukan agar pejabat publik menjaga ucapan demi menjaga stabilitas sosial di Kalimantan Timur. (*)