Legislator Soroti Ketimpangan Kurikulum Nasional dengan Kondisi Sosial Kaltim

Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan. (Dok.RITMEKALTIM/DFA).
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan. (Dok.RITMEKALTIM/DFA).

RITMEKALTIM– Sistem pendidikan nasional kembali mendapat sorotan tajam dari Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Agusriansyah Ridwan. Ia menilai bahwa model pendidikan yang saat ini diterapkan masih terlalu meniru kerangka kurikulum luar negeri dan kurang mencerminkan kebutuhan riil masyarakat Indonesia.

Menurutnya, Indonesia memiliki latar sosial, sejarah, serta tantangan yang jauh berbeda dari negara-negara Barat. Karena itu, pendekatan pendidikan yang hanya mengadopsi sistem asing justru berisiko menimbulkan keterasingan pada peserta didik terhadap nilai dan jati diri bangsanya sendiri.

Bacaan Lainnya

“Kita bukan bangsa Eropa. Kita punya akar budaya, sejarah perjuangan, dan struktur sosial yang berbeda. Sistem pendidikan kita harus menjawab realitas itu, bukan sekadar menjiplak konsep dari luar,” ujar Agusriansyah.

Sebagai akademisi sekaligus praktisi kebijakan publik, Agusriansyah menilai bahwa pendidikan di Indonesia belum dibangun dari refleksi mendalam atas kebutuhan lokal. Ia menyebut banyak kurikulum tidak membumi, terlalu teoritis, dan gagal menyentuh persoalan yang dihadapi masyarakat sehari-hari.

Ia menekankan pentingnya reformulasi sistem pendidikan yang lebih relevan dengan identitas dan masa depan bangsa. Salah satu gagasannya adalah mendorong kurikulum yang mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal, sejarah nasional, serta keterampilan adaptif menghadapi era digital dan disrupsi global.

Tak hanya soal isi kurikulum, ia juga mengkritisi cara pandang terhadap pendidikan yang terlalu sempit seolah hanya tentang akademik dan angka.

Padahal, pendidikan seharusnya membentuk manusia seutuhnya: cerdas secara intelektual, matang secara etika, dan sadar akan tanggung jawab sosialnya.

“Yang kita butuhkan bukan hanya generasi yang pintar secara akademis, tapi juga punya karakter, empati, dan integritas,” ungkapnya.

Agusriansyah juga menyoroti minimnya kesadaran politik dan sosial di kalangan anak muda. Ia mengingatkan bahwa semua aspek kehidupan masyarakat dari pendidikan hingga kesejahteraan berakar dari proses politik. Karena itu, apatisme generasi muda terhadap politik merupakan ancaman serius bagi masa depan demokrasi.

“Tidak ada yang luput dari dampak kebijakan politik. Kalau anak muda tidak peduli, maka arah bangsa ini bisa salah kelola,” tegasnya.

Di tengah derasnya arus globalisasi dan banjir informasi, ia juga menekankan pentingnya literasi digital dan kemampuan menyaring informasi. Namun di atas semua itu, ia menilai bahwa pendidikan karakter tetap harus menjadi pilar utama dalam membentuk generasi masa depan.

Dengan pandangan yang kritis namun solutif, Agusriansyah mendorong para pemangku kebijakan untuk membongkar ulang sistem pendidikan nasional bukan untuk menolak kemajuan, melainkan untuk membumikan pendidikan agar benar-benar membentuk manusia Indonesia seutuhnya. *DFA (ADV DPRD KALTIM)

Pos terkait