Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Kaltim Perlu Strategi Jangka Panjang dan Digitalisasi Layanan

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra. (Dok.RITMEKALTIM/DFA).
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra. (Dok.RITMEKALTIM/DFA).

RITMEKALTIM – Ancaman tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Kalimantan Timur terus menjadi sorotan. Meski berbagai program layanan kesehatan gratis telah digulirkan, upaya penanganan dinilai masih memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra, menegaskan bahwa keberhasilan menekan AKI dan AKB tidak bisa hanya bertumpu pada program pelayanan saja, tetapi harus didukung oleh penguatan kebijakan lintas sektor dan optimalisasi sistem kesehatan yang berbasis teknologi.

Bacaan Lainnya

“Langkah Dinas Kesehatan Kaltim patut diapresiasi. Tapi jika ingin hasilnya benar-benar terasa, kita harus bicara soal sinergi antarlembaga, sistem rujukan yang digital, dan pemerataan layanan sampai ke wilayah yang sulit diakses,” kata Andi Satya saat dikonfirmasi, Sabtu (31/5/2025).

Menurut politisi Partai Golkar yang juga seorang dokter kandungan ini, banyak kematian ibu dan bayi yang terjadi karena keterlambatan penanganan akibat lemahnya sistem rujukan dan kurangnya infrastruktur medis di daerah-daerah terpencil.

Untuk itu, ia mendorong adanya digitalisasi sistem rujukan, khususnya bagi ibu hamil dengan risiko tinggi dan bayi dengan kondisi kritis. Sistem ini dinilainya akan membantu penyedia layanan dalam merespons secara cepat dan tepat.

“Data itu kunci. Kita butuh dashboard AKI dan AKB yang bisa dipantau secara real-time. Jangan menunggu laporan tahunan, karena nyawa tidak bisa ditunda,” tegasnya.

Andi juga menyoroti pentingnya memperkuat fasilitas layanan primer seperti Puskesmas dengan menambah tenaga medis terlatih serta melengkapi peralatan esensial, terutama di wilayah dengan tingkat kematian tinggi.

Ia menilai, program Puskesmas Plus dan revitalisasi layanan PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) harus terus digalakkan.

“Fasilitas kesehatan di daerah pinggiran jangan hanya jadi formalitas. Harus bisa benar-benar memberikan layanan kegawatdaruratan ibu dan bayi. Dan itu butuh anggaran tambahan serta perencanaan yang matang,” ujarnya.

Tak hanya soal infrastruktur, edukasi kepada masyarakat juga menjadi perhatian serius. Ia menekankan bahwa kesadaran ibu hamil terhadap tanda-tanda risiko serta pentingnya gizi selama kehamilan sangat menentukan hasil akhir dari proses persalinan.

“Kita harus pastikan ibu-ibu paham kapan harus ke fasilitas kesehatan. Edukasi tentang gizi, kehamilan, dan perawatan bayi itu bukan pelengkap, tapi fondasi,” ucapnya.

Andi berharap pendekatan menyeluruh yang melibatkan inovasi, edukasi, dan distribusi layanan yang adil dapat membawa perubahan nyata dalam menekan angka kematian ibu dan bayi di Kalimantan Timur.

“Ini bukan sekadar tugas Dinas Kesehatan atau DPRD. Ini tanggung jawab kolektif semua pihak. Kita harus bergerak cepat, terukur, dan konsisten,” pungkasnya. *DFA (ADV DPRD KALTIM)

Pos terkait