RITMEKALTIM – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) bersama Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) RI baru-baru ini membahas secara khusus persoalan keberadaan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang terindikasi melakukan praktik premanisme.
Isu ini mencuat karena aktivitas sejumlah ormas dinilai mulai mengganggu stabilitas keamanan dan berpotensi menghambat arus investasi di daerah.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, menegaskan bahwa negara tidak boleh membiarkan ormas bertindak di luar fungsi sosialnya.
Ia menyebut, ketika ormas justru menjadi alat intimidasi atau tekanan, maka itu sudah keluar dari semangat kebangsaan yang semestinya dibawa oleh organisasi masyarakat sipil.
“Keberadaan ormas harus menjadi bagian dari kekuatan sosial yang konstruktif, bukan malah menciptakan keresahan di tengah masyarakat. Jika ada indikasi premanisme, tentu harus ada tindakan,” ujar Sapto.
Sapto juga menyambut baik adanya dorongan pembentukan Satuan Tugas Terpadu untuk menangani ormas-ormas yang terindikasi bermasalah.
Menurutnya, langkah ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam menjaga ketertiban dan kepercayaan publik, termasuk dari kalangan dunia usaha.
“Satgas ini penting, tidak hanya untuk penindakan, tapi juga pembinaan. Karena banyak ormas yang berasal dari latar belakang suku dan budaya berbeda, maka pendekatannya juga harus sesuai, tidak bisa disamaratakan,” ungkapnya.
Ia menilai, jika dibiarkan tanpa pengawasan, keberadaan ormas semacam itu bisa menjadi penghalang masuknya investasi, karena menciptakan ketidakpastian dan rasa tidak aman bagi pelaku usaha.
DPRD Kaltim mendorong agar Pemprov tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga membangun sistem pembinaan dan pemetaan ormas secara berkala.
“Kita ingin ormas kembali pada perannya: membangun, bukan merusak,” tutup Sapto. *Dfa (ADV DPRD KALTIM)