Keterbatasan Daya Tampung SMA Negeri di Balikpapan Dinilai Ancam Hak Pendidikan Siswa

Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Damayanti. (Dok.RITMEKALTIM/DFA).
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Damayanti. (Dok.RITMEKALTIM/DFA).

RITMEKALTIM –Masalah klasik dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kembali mencuat di Kota Balikpapan. Rendahnya kapasitas daya tampung sekolah negeri tingkat SMA menjadi sorotan serius, terutama karena hanya mampu mengakomodasi sekitar separuh jumlah lulusan SMP yang melanjutkan pendidikan.

Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Damayanti, menyatakan kekhawatirannya terhadap kondisi tersebut. Ia menilai bahwa dengan hanya 51% lulusan SMP yang dapat ditampung di sekolah negeri, hak dasar anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak berpotensi terabaikan.

Bacaan Lainnya

“Situasi ini harus menjadi perhatian serius pemerintah. Ketika lebih dari separuh anak usia sekolah tak terakomodir di sekolah negeri, maka negara harus hadir. Tidak boleh ada yang tertinggal hanya karena soal kapasitas,” ujarnya, Kamis (12/6/2025).

Menurutnya, peran pemerintah provinsi dalam memastikan pemerataan akses pendidikan harus lebih kuat, terutama bagi siswa yang tidak memiliki pilihan selain menempuh pendidikan di sekolah swasta.

Ia mendorong agar Pemprov Kaltim ikut campur tangan dalam hal pembiayaan untuk meringankan beban orang tua.

“Bila harus ke sekolah swasta, maka tanggung jawab negara tetap ada. Pemerintah daerah seharusnya bisa memberikan subsidi atau skema bantuan pendidikan agar tidak menjadi beban tambahan bagi keluarga,” ujar Damayanti.

Persoalan daya tampung sendiri tidak hanya sebatas jumlah siswa, namun juga menyangkut keterbatasan infrastruktur pendidikan. Kota Balikpapan yang terus tumbuh secara demografis dan geografis menghadapi tantangan serius dalam penyediaan lahan untuk pembangunan sekolah baru.

“Fakta bahwa Balikpapan sangat padat membuat penambahan sekolah menjadi tantangan tersendiri. Tidak mudah mencari lahan luas untuk unit sekolah baru di tengah kota,” jelasnya.

Sebagai solusi jangka menengah, Damayanti menyarankan agar pemerintah mulai memetakan aset lahan milik provinsi yang memungkinkan dikembangkan untuk kebutuhan pendidikan.

Selain itu, ia menilai pengembangan vertikal gedung sekolah dengan menambah jumlah lantai bisa menjadi opsi yang realistis.

“Sekolah tidak harus selalu meluas ke samping. Kalau memungkinkan, bangunan bisa dikembangkan ke atas, tentu dengan mempertimbangkan struktur dan daya dukung bangunannya,” ucapnya.

Di sisi lain, Damayanti menekankan pentingnya melihat sekolah swasta sebagai bagian dari sistem pendidikan yang tidak terpisahkan. Pemerintah tidak boleh memposisikan swasta sebagai solusi darurat semata, tetapi sebagai mitra strategis yang juga harus diperkuat.

“Sekolah swasta punya peran besar dalam mendidik generasi Kalimantan Timur. Pemerintah harus hadir juga di sana, bukan hanya untuk pengawasan, tapi juga dalam bentuk dukungan konkret seperti subsidi atau kemudahan akses bagi siswa kurang mampu,” tegasnya.

Ia berharap ke depan ada upaya lebih terstruktur dari pemerintah daerah dalam merancang sistem pendidikan yang inklusif dan adaptif terhadap pertumbuhan penduduk.

“Pendidikan bukan hanya soal bangunan dan rombel, tapi tentang kehadiran negara dalam memastikan semua anak punya hak yang sama untuk belajar,” pungkas Damayanti.*DFA (ADV DPRD KALTIM)

Pos terkait