Status Lahan Pasar Subuh Samarinda Masih Kabur, DPRD Desak Verifikasi Hukum dan Administratif

Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Aris Mulyanata

RITMEE KALTIM – Ketidakjelasan status lahan Pasar Subuh kembali mencuat dalam rapat dengar pendapat yang digelar pada Kamis (15/5/2025), melibatkan DPRD Samarinda, Paguyuban Pasar Subuh, perwakilan pemilik lahan, dan Pemerintah Kota Samarinda. Persoalan ini dinilai berpotensi memicu konflik jika tidak segera diselesaikan secara tuntas dan transparan.

Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Aris Mulyanata, menegaskan perlunya penanganan administratif dan hukum yang jelas terkait klaim lahan seluas 2.000 meter persegi di kawasan tersebut. Pasalnya, area yang diklaim sebagai milik pribadi itu turut mencakup fasilitas umum seperti Gang Tiga, yang selama ini digunakan sebagai akses jalan publik.

“Jika memang itu tanah milik pribadi, batas-batasnya harus bisa dibuktikan secara legal. Jangan sampai fasilitas publik ikut terseret dalam konflik kepemilikan,” kata Aris.

Ia juga menyoroti tidak jelasnya status kuasa hukum atas nama Murdianto, yang disebut-sebut sebagai penerima mandat dari ahli waris. Aris mempertanyakan legalitas pendelegasian tersebut, mengingat belum semua ahli waris memberikan pernyataan resmi yang dapat diverifikasi secara hukum.

“Jangan hanya mengandalkan klaim sepihak tanpa dokumen sah. Proses ini harus berdasarkan bukti, bukan pengakuan lisan,” ujarnya.

Menurut Aris, DPRD tidak memiliki kewenangan memutuskan keabsahan hak atas tanah, namun berhak memastikan bahwa proses pengambilan kebijakan publik berjalan berdasarkan data yang kuat dan terbuka. Hal ini penting, terutama jika berkaitan dengan rencana relokasi atau pengelolaan pasar ke depan.

“Kalau dasar hukumnya lemah, keputusan apa pun bisa menjadi sumber sengketa baru di kemudian hari,” tambahnya.

Untuk itu, Aris mendorong Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersama instansi terkait di pemerintah daerah segera melakukan verifikasi menyeluruh terhadap status lahan tersebut. Kajian administratif dan hukum perlu dilakukan demi kepastian hukum dan perlindungan terhadap para pedagang maupun kepentingan publik.

“Pasar bukan sekadar bangunan, tapi tempat orang menggantungkan hidup. Jangan biarkan ketidakjelasan ini terus berlarut,” pungkasnya.(ADV/DPRD SAMARINDA)