RITMEKALTIM – Anggota komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan, menyoroti ketimpangan pelaksanaan kebijakan SPMB (Seleksi Penerimaan Murid Baru) di daerah, khususnya terkait sistem zonasi yang diberlakukan secara nasional.
Menurutnya, penerapan zonasi saat ini masih berorientasi pada kondisi wilayah perkotaan dan tidak mencerminkan realitas geografis serta keterbatasan infrastruktur di daerah-daerah terpencil.
“Zonasi dalam praktiknya tidak mempertimbangkan kondisi lokal. Banyak anak justru harus menempuh jarak lebih jauh karena sekolah terdekat tidak termasuk dalam zona mereka,” kata Agusriansyah, Sabtu (14/6/2025).
Ia menjelaskan bahwa sistem zonasi seharusnya dirancang untuk mendekatkan siswa dengan sekolah terdekat, namun di banyak wilayah Kalimantan Timur, sistem ini justru menimbulkan masalah baru.
Salah satu contohnya adalah ketika siswa dari pedesaan harus melewati medan sulit atau bahkan menyeberang sungai hanya karena radius zonasi tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
“Di kota, jarak lima kilometer bisa ditempuh dalam hitungan menit karena jalannya bagus dan ada transportasi umum. Tapi di kampung, lima kilometer bisa berarti harus jalan kaki dua jam karena tidak ada jalan layak,” tegasnya.
Agusriansyah menilai, pendekatan sistem zonasi yang terlalu matematismhanya mengandalkan jarak dan petatidak bisa diterapkan secara kaku di wilayah seperti Kalimantan Timur.
Sedangkan, daerah ini memiliki tantangan geografis yang unik dan beragam, mulai dari perbukitan, sungai besar, hingga daerah tanpa akses kendaraan.
Ia pun meminta pemerintah pusat untuk memberi ruang penyesuaian kebijakan SPMB kepada pemerintah daerah.
“Tidak bisa kita terus menerapkan satu sistem untuk semua. Harus ada fleksibilitas agar pelaksanaannya adil dan berpihak pada anak-anak yang tinggal di wilayah sulit,” ujarnya.
Politisi PKS itu juga menyoroti bagaimana kebijakan yang tidak adaptif dapat memicu ketidakpuasan masyarakat dan bahkan mengganggu semangat belajar siswa.
Ia menyebutkan, tidak sedikit kasus di mana siswa merasa tertekan atau orang tua harus mengeluarkan biaya lebih hanya untuk menyekolahkan anak ke tempat yang sebetulnya bisa lebih dekat jika sistem zonasi disesuaikan.
DPRD Kalimantan Timur, kata dia, mendukung reformasi sistem seleksi masuk sekolah, terutama agar prinsip keadilan sosial bisa benar-benar diwujudkan.
Selain mendesak evaluasi zonasi dalam SPMB, ia juga mendorong agar pembangunan dan peningkatan mutu sekolah dilakukan secara merata, sehingga distribusi siswa bisa lebih seimbang dan tidak terpusat di sekolah-sekolah tertentu saja.
“Selama kualitas pendidikan masih timpang, tekanan terhadap sistem penerimaan siswa akan terus ada. Solusinya bukan hanya di zonasi, tapi juga di pemerataan mutu dan fasilitas pendidikan,” pungkasnya. *DFA (ADV DPRD KALTIM)