KALTIM — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) dituntut untuk lebih mandiri secara fiskal menyusul adanya pemangkasan anggaran cukup besar dari pemerintah pusat.
Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, menegaskan bahwa Kaltim harus segera bertransformasi dari daerah penerima dana menjadi daerah penghasil yang mampu berdiri di atas kekuatan keuangan sendiri.
Hal itu disampaikan Rudy usai memimpin rapat koordinasi tertutup bersama pimpinan DPRD Kaltim dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) di Gedung DPRD Kaltim, Senin (3/11) malam.
Rapat tersebut membahas hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terhadap APBD Perubahan 2025 serta arah kebijakan penyusunan APBD tahun 2026.
Menurut Rudy, potensi ekonomi Kaltim sangat besar dan bisa dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan tanpa terlalu bergantung pada pusat.
Untuk itu, Pemprov Kaltim akan mempercepat pembentukan sejumlah peraturan daerah (perda) baru yang dapat memperluas sumber pendapatan melalui pajak dan retribusi.
“Ada banyak strategi yang akan kita jalankan. Salah satunya dengan membuat beberapa perda terkait pemungutan retribusi. Prosedurnya juga harus diperbaiki agar pendapatan daerah meningkat,” jelasnya.
Rudy menambahkan, kontribusi dunia usaha melalui kepatuhan pajak serta tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) juga harus diperkuat karena menjadi pilar penting peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kami sudah bertemu dengan para pelaku usaha di Jakarta. Pertemuan itu juga dihadiri Forkopimda, KPK, dan perwakilan perusahaan di sektor konstruksi, perkebunan, pertambangan, hingga kehutanan,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa sektor swasta tidak bisa lagi bersikap pasif terhadap kewajiban fiskal. “Kalau mau PAD meningkat, kesadaran mereka untuk membayar pajak kepada daerah harus lebih tinggi,” tegasnya.
Rudy juga menyampaikan bahwa arah kebijakan fiskal ke depan akan lebih disiplin. Setiap program pembangunan wajib disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah, dan setiap rupiah yang dikeluarkan harus memberikan dampak ekonomi yang jelas dan terukur.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kaltim, Ahmad Muzakkir, menyebut pihaknya tengah menindaklanjuti hasil evaluasi Kemendagri terhadap APBD Perubahan 2025.
“Hasil evaluasi dari Kemendagri kami terima tanggal 27 Oktober. Kami diberi waktu tujuh hari untuk menindaklanjutinya,” ujar Muzakkir.
Ia menjelaskan, fokus utama evaluasi tersebut menyangkut dua hal, yakni kesesuaian regulasi dengan aturan pusat serta efisiensi penggunaan anggaran daerah.
“Evaluasinya lebih pada kesesuaian regulasi antara pusat dan daerah, serta efisiensi belanja yang perlu disesuaikan dengan indikatornya,” paparnya.
Muzakkir menambahkan, pembahasan yang dilakukan saat ini masih sebatas penyempurnaan APBD Perubahan 2025 dan belum masuk ke tahap pembahasan APBD 2026.
“Untuk APBD 2026 belum dibahas. Saat ini masih fokus pada evaluasi perubahan 2025,” katanya.
BPKAD mencatat, nilai total APBD Perubahan Kaltim tahun 2025 mencapai Rp21,75 triliun. Tidak ada pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) maupun pengurangan anggaran belanja, namun beberapa pos dialihkan ke sektor yang dinilai lebih strategis dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Muzakkir menegaskan, arahan efisiensi dari Kemendagri bukan berarti pemangkasan program, melainkan penataan ulang alokasi anggaran agar lebih tepat sasaran dan selaras dengan indikator kinerja pembangunan daerah. (*)












