KUTIM — Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul), Fahrul Agus, mengungkapkan bahwa infrastruktur jaringan telekomunikasi di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) masih terbatas pada kisaran 2G hingga 4G.
Menurutnya, kondisi tersebut tergolong tertinggal dibandingkan wilayah lain di Kalimantan Timur, khususnya Samarinda sebagai ibu kota provinsi yang sudah memiliki konektivitas lebih baik.
“Jaringan 4G itu hanya stabil di Sangatta, ibu kota Kutim. Kalau kita bergeser ke wilayah lain, sinyalnya langsung menurun,” ujar Dosen Informatika Unmul itu kepada Katakaltim (grup ritmee) usai menghadiri FGD Penyusunan Masterplan Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi Kabupaten Kutim, Senin (3/11/2025), di Sangatta.
Fahrul menilai perbedaan kualitas jaringan ini menunjukkan adanya kesenjangan digital. Di beberapa daerah lain di Kaltim, bahkan sudah tersedia layanan 5G.
“Kalau di luar negeri, atau di kota besar seperti Depok, sudah mulai masuk 6G. Jadi memang ada gap yang cukup jauh, antara Kutim yang masih 4G dengan daerah lain yang sudah lebih maju,” jelasnya.
Ia berharap penyusunan masterplan TIK oleh pemerintah daerah bisa menjadi langkah awal untuk meningkatkan kualitas layanan jaringan di seluruh wilayah Kutim.
“Ke depannya, masyarakat bisa mengurus KTP secara online jika jaringan dan aplikasinya sudah siap. Begitu juga untuk mendukung UMKM dan promosi desa. Semua itu bergantung pada kualitas jaringan,” tambahnya.
Namun demikian, Fahrul menegaskan bahwa keterbatasan jaringan di Kutim tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
“Karena ini berkaitan dengan investasi. Pemerintah jarang membangun infrastruktur jaringan sendiri, biasanya bekerja sama dengan pihak swasta seperti Telkom, XL, atau Indosat,” paparnya.
Menurutnya, perusahaan penyedia jaringan tentu mempertimbangkan nilai investasi berdasarkan potensi pengguna di suatu wilayah.
“Kalau jumlah penggunanya sedikit, biasanya mereka hanya memasang jaringan radio point-to-point. Jadi kualitasnya pun sulit mencapai 3G,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kominfo Kutim, Ronny Bonar Hamonangan Siburian, mengakui bahwa daerahnya belum memiliki dasar yang kuat dalam pengembangan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi.
“Selama ini kita membangun tanpa arah yang jelas. Ada dana, lalu dibelanjakan sesuai kebutuhan saat itu. Nah, lewat masterplan ini kita ingin semuanya tertata,” terangnya.
Ronny menambahkan, penyusunan masterplan TIK ini penting untuk memastikan penggunaan anggaran menjadi lebih efisien dan terarah.
“Tujuannya bukan sekadar menghabiskan anggaran, tapi agar setiap langkah pembangunan bisa lebih optimal dan efisien,” pungkasnya.












