Sapto Setyo Pramono Tekankan Evaluasi Menyeluruh terhadap Aset Milik Pemprov Kaltim

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono. (Dok.RITMEKALTIM/DFA).
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono. (Dok.RITMEKALTIM/DFA).

RITMEKALTIM – Masalah pengelolaan aset milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) kembali mencuat ke permukaan. Banyaknya aset yang dinilai tidak produktif bahkan menjadi beban anggaran, mendorong DPRD Kaltim untuk bertindak lebih tegas.

Dorongan ini datang dari Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, yang mengungkapkan keprihatinan atas rendahnya kontribusi aset terhadap pendapatan asli daerah. Ia menilai bahwa selama ini tidak ada sistem pengelolaan yang benar-benar efektif dan efisien.

Bacaan Lainnya

“Aset yang tidak menghasilkan malah membebani keuangan. Ini tanda bahwa perlu ada perubahan cara kita menanganinya,” ujar Sapto, Sabtu (3/5/2025).

Salah satu fokus utama adalah pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) lintas instansi, yang bertugas melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh aset strategis provinsi.

Pokja ini nantinya tidak hanya akan memetakan aset mana yang bisa dikembangkan, tetapi juga merumuskan model pengelolaan yang layak secara hukum dan ekonomis, baik melalui BUMD atau skema kemitraan.

Hotel Royal Suite di Balikpapan menjadi contoh nyata dari aset bermasalah. Bangunan yang dibiayai oleh uang negara ini dinilai tidak memberikan kontribusi signifikan, bahkan menyedot anggaran untuk pemeliharaan. Karena itu, DPRD mendorong agar operasional hotel tersebut dihentikan sementara waktu.

“Keputusan ini bukan emosional, tapi realistis. Kalau aset itu terus menggerus anggaran tanpa memberi balik hasil, lebih baik dihentikan dulu sampai ada rencana yang jelas,” ucapnya.

Selain hotel tersebut, Sapto juga menyinggung keberadaan aset lainnya seperti di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy di Kutai Timur yang dinilai tidak terurus dan tidak memberikan dampak maksimal. Menurutnya, pembiaran terhadap aset-aset seperti ini adalah bentuk pemborosan sumber daya publik.

Ia menegaskan bahwa upaya perbaikan tidak boleh bersifat parsial. Dibutuhkan pendekatan lintas sektor dengan melibatkan badan keuangan daerah, dinas teknis, hingga lembaga hukum, demi memastikan pengelolaan yang berbasis data dan akuntabel.

“Kita ingin semua aset dikelola secara profesional dan transparan. Aset daerah seharusnya bisa menjadi sumber daya yang produktif, bukan sekadar catatan administratif,” tegas Sapto.

Dengan semangat reformasi ini, DPRD Kaltim berharap langkah strategis seperti pembentukan Pokja bisa menjadi tonggak awal menuju sistem pengelolaan aset yang lebih modern dan menguntungkan bagi masyarakat luas.*DFA (ADV DPRD KALTIM)

Pos terkait